PSSI pimpinan Djohar dkk dengan segala langkah kerjanya sejak dipilih
lewat Kongres Luar Biasa (KLB) 9 Juli 2011 di Solo, sesungguhnya makin
amburadul. Kompetisi Indonesia Premier League (IPL) tak berkualitas
sehingga dicueki publik dan ditinggalkan sejumlah klub pesertanya,
timnas bentukan mereka pun tak keruan.
Paling menohok, tentu, keputusan Semen Padang (SP) hengkang ke
Indonesia Super League (ISL). Juara IPL musim lalu itu terang-terangan
menyatakan kapok berkompetisi di IPL yang sepi penonton, jadwal
berantakan, dan dijauhi sponsor. Manajemen SP pun akhirnya memilih
kembali ke pangkuan ISL yang dikelola PT Liga Indonesia (LI) di jalur
PSSI pimpinan La Nyalla Mattalitti.
Membentuk timnas yang mewakili Indonesia pun PSSI pimpinan Djohar
megap-megap. Pasalnya, para pemain terbaik di Tanah Air berkiprah di ISL
dan mereka tak diizinkan klubnya merapat ke timnas. Akibatnya, timnas
bentukan PSSI Djohar berisikan pemain asal klub-klub IPL yang
kualitasnya jauh di bawah pemain ISL.
Bisa ditebak, Djohar dkk kini dalam posisi makin tersudut akibat
ulahnya sendiri. Bahkan, KONI Pusat yang coba memediasi dengan mandat
langsung dari FIFA dan AFC pun tak lagi mereka gubris. Undangan
pertemuan diabaikan. Padahal, secara struktural, PSSI berada di bawah
naungan KONI Pusat.
Dalam situasi yang makin panas, bahkan boleh jadi juga panik,
berbagai cara ditempuh. Seperti biasa, cara itu sama sekali tak
mengindikasikan niat menyelesaikan problem kusut yang begitu merugikan
dan memalukan, tapi malah mencuatkan problem baru yang makin runyam.
Tengok saja kenekatan dan kegilaan mereka ketika posisi sudah makin
tersudut. Mereka berkirim surat ke Federasi Sepakbola Malaysia (FAM)
pada 5 Oktober 2012 yang isinya terbilang sadis: menyatakan klub-klub
ISL dan Divisi Utama ilegal.
Selain mempermalukan komunitas sepakbola Indonesia secara
keseluruhan, isi surat itu juga jelas-jelas mengingkari nota kesepahaman
(MOU) dan kesepakatan yang dicetuskan dalam rapat II Joint Committee
(JC) PSSI di bawah supervisi AFC.
Sesuai MoU PSSI yang diteken PSSI Djohar dan PSSI La Nyalla di
hadapan perwakilan AFC dan FIFA pada 7 Juni 2012 di Kuala Lumpur,
Malaysia, keberadaan Indonesia Super League (ISL) sah diakui sebagai
kompetisi sepakbola profesional di Indonesia. Keputusan itu, bahkan,
dipertegas pada rapat II JC PSSI, 20 September 2012.
Jelas, surat PSSI Djoar pada 5 Oktober 2012 yang diteken Sekjen PSSI
Halim Mahfudz ke FAM dengan menghasut keberadaan ISL dan klub-klub
pesertanya itu adalah sebuah pengingkaran. Surat itu menyatakan 32 klub
ISL dan Divisi Utama (DU) di bawah payung PT LI dan PSSI La Nyalla tidak
sah karena sudah diganjar sanksi oleh PSSI Djohar.
Atas surat dari sesama federasi, FAM pun bereaksi. Takut melanggar Statuta FIFA pasal 83 yang berisi larangan kepada anggota FIFA berhubungan dengan pihak yang bukan anggota FIFA, FAM melarang pemain dan klub-klubnya berhubungan dengan ISL. Keputusan itu tercantum dalam surat keputusan FAM nomor FAM/PSSI-DAA/KS/dd.
Akibat surat itu, Mohd Safee Sali terancam bakal jadi korban terdepan. Bomber Malaysia yang jadi Top Skorer Piala AFF 2010 itu bermain di salah 1 klub ISL, yakni Pelita Jaya FC. Jika merujuk pada isi surat FAM, Safee tentu tak bisa melanjutkan kiprahnya di ISL.
"Kami tidak habis pikir, PSSI Djohar seakan tidak rela masalah sepakbola Indonesia selesai. Mereka terus menambah masalah yang membuat sepakbola Indonesia makin runyam. Tapi, kami tidak peduli apa pun yang mereka lakukan. Toh, 2/3 lebih anggota sah PSSI sudah cetuskan mosi tidak percaya terhadap mereka. Kami pun hanya percaya dan akui PSSI pimpinan La Nyalla," tegas GM Pelita Iwan Budianto.
Dan, kekhawatiran Pelita terkait Safee boleh jadi terkikis. Seperti dirilis VivaBola, Sekjen FAM Dato Azzuddin Bin Ahmad menegaskan tidak ada masalah pemain Malaysia berkiprah di klub ISL.
"Seperti disebutkan dalam surat PSSI Djohar, yang bermasalah adalah klub. Tidak ada hubungannya dengan pemain. Jadi, kami hanya minta kepada klub-klub Malaysia untuk tidak berhubungan dengan klub-klub yang ada di daftar surat PSSI Djohar itu," tegas Azzuddin.
Ingat turnamen persahabatan yang dilakoni PSSI Djohar di Palestina pada Mei 2012? Saat itu, timnas PSSI Djohar bertanding dengan Kurdistan yang notabene bukan anggota FIFA. Nah, dari situ saja sangat jelas siapa sesungguhnya yang tidak paham dan tidak taati aturan.
Betul, membangun sepakbola di negara mana pun memang butuh orang gila. Begitu pula sepakbola di Indonesia. Maksudnya adalah menggilai betul-betul sepakbola dalam segala aspeknya dan punya semangat gila buat membangunnya sebagai bagian dari industri olahraga yang menapak maju, menumbuhkan kebanggaan, membuka ruang bagi para talenta mengembangkan diri.
Atas surat dari sesama federasi, FAM pun bereaksi. Takut melanggar Statuta FIFA pasal 83 yang berisi larangan kepada anggota FIFA berhubungan dengan pihak yang bukan anggota FIFA, FAM melarang pemain dan klub-klubnya berhubungan dengan ISL. Keputusan itu tercantum dalam surat keputusan FAM nomor FAM/PSSI-DAA/KS/dd.
Akibat surat itu, Mohd Safee Sali terancam bakal jadi korban terdepan. Bomber Malaysia yang jadi Top Skorer Piala AFF 2010 itu bermain di salah 1 klub ISL, yakni Pelita Jaya FC. Jika merujuk pada isi surat FAM, Safee tentu tak bisa melanjutkan kiprahnya di ISL.
"Kami tidak habis pikir, PSSI Djohar seakan tidak rela masalah sepakbola Indonesia selesai. Mereka terus menambah masalah yang membuat sepakbola Indonesia makin runyam. Tapi, kami tidak peduli apa pun yang mereka lakukan. Toh, 2/3 lebih anggota sah PSSI sudah cetuskan mosi tidak percaya terhadap mereka. Kami pun hanya percaya dan akui PSSI pimpinan La Nyalla," tegas GM Pelita Iwan Budianto.
Dan, kekhawatiran Pelita terkait Safee boleh jadi terkikis. Seperti dirilis VivaBola, Sekjen FAM Dato Azzuddin Bin Ahmad menegaskan tidak ada masalah pemain Malaysia berkiprah di klub ISL.
"Seperti disebutkan dalam surat PSSI Djohar, yang bermasalah adalah klub. Tidak ada hubungannya dengan pemain. Jadi, kami hanya minta kepada klub-klub Malaysia untuk tidak berhubungan dengan klub-klub yang ada di daftar surat PSSI Djohar itu," tegas Azzuddin.
Ingat turnamen persahabatan yang dilakoni PSSI Djohar di Palestina pada Mei 2012? Saat itu, timnas PSSI Djohar bertanding dengan Kurdistan yang notabene bukan anggota FIFA. Nah, dari situ saja sangat jelas siapa sesungguhnya yang tidak paham dan tidak taati aturan.
Betul, membangun sepakbola di negara mana pun memang butuh orang gila. Begitu pula sepakbola di Indonesia. Maksudnya adalah menggilai betul-betul sepakbola dalam segala aspeknya dan punya semangat gila buat membangunnya sebagai bagian dari industri olahraga yang menapak maju, menumbuhkan kebanggaan, membuka ruang bagi para talenta mengembangkan diri.
Ya, gila dalam konteks ini adalah gila positif. Bukan gila sungguhan
yang memunculkan sikap nekat dan tak tahu malu seperti dihamparkan pada
tataran mereka yang mengaku-aku mampu mereformasi PSSI dan sepakbola
Indonesia. Bukan gila seperti yang diperlihatkan saat ini: makin
tersudut malah makin nekat, makin ngawur, makin merusak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar